Gan Berikut adalah materi lanjutan dari Subnetting 1 yang sebelumnya di upload
Desimal Bertitik
Sebuah subnet mask biasanya diekspresikan di dalam notasi desimal bertitik (dotted
decimal notation), seperti halnya alamat IP. Setelah semua bit diset sebagai bagian network identifier dan host identifier, hasil
nilai 32-bit tersebut akan dikonversikan ke notasi desimal
bertitik. Perlu dicatat, bahwa meskipun direpresentasikan sebagai notasi
desimal bertitik, subnet mask bukanlah sebuahalamat IP.
Subnet mask default dibuat berdasarkan kelas-kelas alamat IP dan digunakan di dalam jaringan TCP/IP yang tidak dibagi ke dalam
beberapa subnet. Tabel di bawah ini menyebutkan beberapa subnet mask default
dengan menggunakan notasi desimal bertitik. Formatnya adalah:
<alamat IP www.xxx.yyy.zzz>, <subnet
mask www.xxx.yyy.zzz>
Kelas alamat
|
Subnet mask (biner)
|
Subnet mask (desimal)
|
Kelas A
|
11111111.00000000.00000000.00000000
|
255.0.0.0
|
Kelas B
|
11111111.11111111.00000000.00000000
|
255.255.0.0
|
Kelas C
|
11111111.11111111.11111111.00000000
|
255.255.255.0
|
Perlu diingat, bahwa nilai subnet mask default di atas dapat
dikustomisasi oleh administrator jaringan, saat melakukan proses pembagian
jaringan (subnetting atau supernetting). Sebagai contoh, alamat 138.96.58.0
merupakan sebuah network identifier dari kelas B yang telah dibagi ke beberapa
subnet dengan menggunakan bilangan 8-bit. Kedelapan bit tersebut yang digunakan
sebagai host identifier akan digunakan untuk menampilkan network identifier
yang telah dibagi ke dalam subnet. Subnet yang digunakan adalah total 24 bit
sisanya (255.255.255.0) yang dapat digunakan untuk mendefinisikan custom
network identifier. Network identifier yang telah di-subnet-kan tersebut serta
subnet mask yang digunakannya selanjutnya akan ditampilkan dengan menggunakan
notasi sebagai berikut:
138.96.58.0, 255.255.255.0
[sunting]Representasi panjang
prefiks (prefix length) dari sebuah subnet mask
Karena bit-bit network identifier harus selalu dipilih di dalam
sebuah bentuk yang berdekatan dari bit-bit ordo tinggi, maka ada sebuah cara
yang digunakan untuk merepresentasikan sebuah subnet mask dengan menggunakan
bit yang mendefinisikan network identifier sebagai sebuah network prefix dengan
menggunakan notasi network prefix seperti tercantum di dalam tabel di bawah
ini. Notasi network prefix juga dikenal dengan sebutan notasi Classless
Inter-Domain Routing (CIDR) yang didefinisikan di dalam RFC 1519. Formatnya adalah sebagai berikut:
/<jumlah
bit yang digunakan sebagai network identifier>
Kelas alamat
|
Subnet mask (biner)
|
Subnet mask (desimal)
|
Prefix Length
|
Kelas A
|
11111111.00000000.00000000.00000000
|
255.0.0.0
|
/8
|
Kelas B
|
11111111.11111111.00000000.00000000
|
255.255.0.0
|
/16
|
Kelas C
|
11111111.11111111.11111111.00000000
|
255.255.255.0
|
/24
|
Sebagai contoh, network identifier kelas B dari 138.96.0.0 yang
memiliki subnet mask 255.255.0.0 dapat direpresentasikan di dalam notasi prefix
length sebagai 138.96.0.0/16.
Karena semua host yang berada di dalam jaringan yang sama
menggunakan network identifier yang sama, maka semua host yang berada di dalam
jaringan yang sama harus menggunakan network identifier yang sama yang
didefinisikan oleh subnet mask yang sama pula. Sebagai contoh, notasi
138.23.0.0/16 tidaklah sama dengan notasi 138.23.0.0/24, dan kedua jaringan
tersebut tidak berada di dalam ruang alamat yang sama. Network identifier
138.23.0.0/16 memiliki range alamat IP yang valid mulai dari 138.23.0.1 hingga 138.23.255.254;
sedangkan network identifier 138.23.0.0/24 hanya memiliki range alamat IP yang
valid mulai dari 138.23.0.1 hingga 138.23.0.254.
[sunting]Menentukan alamat
Network Identifier
Untuk menentukan network identifier dari sebuah alamat IP dengan
menggunakan sebuah subnet mask tertentu, dapat dilakukan dengan menggunakan
sebuah operasi matematika, yaitu dengan menggunakan operasi logika perbandingan
AND (AND comparison). Di dalam sebuah AND comparison, nilai dari dua hal
yang diperbandingkan akan bernilai true hanya ketika dua item tersebut bernilai
true; dan menjadi false jika salah satunya false. Dengan mengaplikasikan
prinsip ini ke dalam bit-bit, nilai 1 akan didapat jika kedua bit yang
diperbandingkan bernilai 1, dan nilai 0 jika ada salah satu di antara nilai
yang diperbandingkan bernilai 0.
Cara ini akan melakukan sebuah operasi logika AND comparison
dengan menggunakan 32-bit alamat IP dan dengan 32-bit subnet mask, yang dikenal
dengan operasi bitwise logical AND comparison. Hasil dari operasi bitwise alamat IP dengan
subnet mask itulah yang disebut dengan network identifier.
Contoh:
Alamat IP 10000011
01101011 10100100 00011010 (131.107.164.026)
Subnet Mask 11111111
11111111 11110000 00000000 (255.255.240.000)
------------------------------------------------------------------
Network ID 10000011
01101011 10100000 00000000 (131.107.160.000)
[sunting]Tabel Pembuatan subnet
[sunting]Subnetting Alamat IP
kelas A
Tabel berikut berisi subnetting yang dapat dilakukan pada alamat
IP dengan network identifier kelas A.
Jumlah subnet
(segmen jaringan) |
Jumlah subnet bit
|
Subnet mask
(notasi desimal bertitik/ notasi panjang prefiks) |
Jumlah host tiap
subnet
|
1-2
|
1
|
255.128.0.0 atau /9
|
8388606
|
3-4
|
2
|
255.192.0.0 atau /10
|
4194302
|
5-8
|
3
|
255.224.0.0 atau /11
|
2097150
|
9-16
|
4
|
255.240.0.0 atau /12
|
1048574
|
17-32
|
5
|
255.248.0.0 atau /13
|
524286
|
33-64
|
6
|
255.252.0.0 atau /14
|
262142
|
65-128
|
7
|
255.254.0.0 atau /15
|
131070
|
129-256
|
8
|
255.255.0.0 atau /16
|
65534
|
257-512
|
9
|
255.255.128.0 atau /17
|
32766
|
513-1024
|
10
|
255.255.192.0 atau /18
|
16382
|
1025-2048
|
11
|
255.255.224.0 atau /19
|
8190
|
2049-4096
|
12
|
255.255.240.0 atau /20
|
4094
|
4097-8192
|
13
|
255.255.248.0 atau /21
|
2046
|
8193-16384
|
14
|
255.255.252.0 atau /22
|
1022
|
16385-32768
|
15
|
255.255.254.0 atau /23
|
510
|
32769-65536
|
16
|
255.255.255.0 atau /24
|
254
|
65537-131072
|
17
|
255.255.255.128 atau /25
|
126
|
131073-262144
|
18
|
255.255.255.192 atau /26
|
62
|
262145-524288
|
19
|
255.255.255.224 atau /27
|
30
|
524289-1048576
|
20
|
255.255.255.240 atau /28
|
14
|
1048577-2097152
|
21
|
255.255.255.248 atau /29
|
6
|
2097153-4194304
|
22
|
255.255.255.252 atau /30
|
2
|
[sunting]Subnetting Alamat IP
kelas B
Tabel berikut berisi subnetting yang dapat dilakukan pada alamat
IP dengan network identifier kelas B.
Jumlah subnet/
segmen jaringan |
Jumlah subnet bit
|
Subnet mask
(notasi desimal bertitik/ notasi panjang prefiks) |
Jumlah host tiap
subnet
|
1-2
|
1
|
255.255.128.0 atau /17
|
32766
|
3-4
|
2
|
255.255.192.0 atau /18
|
16382
|
5-8
|
3
|
255.255.224.0 atau /19
|
8190
|
9-16
|
4
|
255.255.240.0 atau /20
|
4094
|
17-32
|
5
|
255.255.248.0 atau /21
|
2046
|
33-64
|
6
|
255.255.252.0 atau /22
|
1022
|
65-128
|
7
|
255.255.254.0 atau /23
|
510
|
129-256
|
8
|
255.255.255.0 atau /24
|
254
|
257-512
|
9
|
255.255.255.128 atau /25
|
126
|
513-1024
|
10
|
255.255.255.192 atau /26
|
62
|
1025-2048
|
11
|
255.255.255.224 atau /27
|
30
|
2049-4096
|
12
|
255.255.255.240 atau /28
|
14
|
4097-8192
|
13
|
255.255.255.248 atau /29
|
6
|
8193-16384
|
14
|
255.255.255.252 atau /30
|
2
|
[sunting]Subnetting Alamat IP
kelas C
Tabel berikut berisi subnetting yang dapat dilakukan pada alamat
IP dengan network identifier kelas C.
Jumlah subnet
(segmen jaringan) |
Jumlah subnet bit
|
Subnet mask
(notasi desimal bertitik/ notasi panjang prefiks) |
Jumlah host tiap
subnet
|
1-2
|
1
|
255.255.255.128 atau /25
|
126
|
3-4
|
2
|
255.255.255.192 atau /26
|
62
|
5-8
|
3
|
255.255.255.224 atau /27
|
30
|
9-16
|
4
|
255.255.255.240 atau /28
|
14
|
17-32
|
5
|
255.255.255.248 atau /29
|
6
|
33-64
|
6
|
255.255.255.252 atau /30
|
2
|
[sunting]Variable-length
Subnetting
Bahasan di atas merupakan sebuah contoh dari subnetting yang memiliki
panjang tetap (fixed length subnetting), yang akan menghasilkan beberapa
subjaringan dengan jumlah host yang sama. Meskipun demikian, dalam kenyataannya
segmen jaringan tidaklah seperti itu. Beberapa segmen jaringan membutuhkan
lebih banyak alamat IP dibandingkan lainnya, dan beberapa segmen jaringan
membutuhkan lebih sedikit alamat IP.
Jika proses subnetting yang menghasilkan beberapa subjaringan
dengan jumlah host yang sama telah dilakukan, maka ada kemungkinan di dalam
segmen-segmen jaringan tersebut memiliki alamat-alamat yang tidak digunakan
atau membutuhkan lebih banyak alamat. Karena itulah, dalam kasus ini proses
subnetting harus dilakukan berdasarkan segmen jaringan yang dibutuhkan oleh
jumlah host terbanyak. Untuk memaksimalkan penggunaan ruangan alamat yang
tetap, subnetting pun diaplikasikan secara rekursif untuk membentuk beberapa
subjaringan dengan ukuran bervariasi, yang diturunkan dari network identifier
yang sama. Teknik subnetting seperti ini disebut juga variable-length
subnetting. Subjaringan-subjaringan yang dibuat dengan teknik ini menggunakan
subnet mask yang disebut sebagai Variable-length Subnet Mask (VLSM).
Karena semua subnet diturunkan dari network identifier yang sama,
jika subnet-subnet tersebut berurutan (kontigu subnet yang berada dalam network
identifier yang sama yang dapat saling berhubungan satu sama lainnya), rute
yang ditujukan ke subnet-subnet tersebut dapat diringkas dengan menyingkat
network identifier yang asli.
Teknik variable-length subnetting harus dilakukan secara hati-hati
sehingga subnet yang dibentuk pun unik, dan dengan menggunakan subnet mask
tersebut dapat dibedakan dengan subnet lainnya, meski berada dalam network
identifer asli yang sama. Kehati-hatian tersebut melibatkan analisis yang lebih
terhadap segmen-segmen jaringan yang akan menentukan berapa banyak segmen yang
akan dibuat dan berapa banyak jumlah host dalam setiap segmennya.
Dengan menggunakan variable-length subnetting, teknik subnetting
dapat dilakukan secara rekursif: network identifier yang sebelumnya telah
di-subnet-kan, di-subnet-kan kembali. Ketika melakukannya, bit-bit network
identifier tersebut harus bersifat tetap dan subnetting pun dilakukan dengan
mengambil sisa dari bit-bit host.
Tentu saja, teknik ini pun membutuhkan protokol routing baru.
Protokol-protokol routing yang mendukung variable-length subnetting adalah
Routing Information Protocol (RIP) versi 2 (RIPv2), Open Shortest Path First
(OSPF), dan Border Gateway Protocol (BGP versi 4 (BGPv4). Protokol RIP versi 1
yang lama, tidak mendukungya, sehingga jika ada sebuah router yang hanya
mendukung protokol tersebut, maka router tersebut tidak dapat melakukan routing
terhadap subnet yang dibagi dengan menggunakan teknik variable-length subnet
mask.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar